Thursday, July 16, 2009

Menyiasati Perjalanan di Jakarta

Setiap hari Jakarta lelah menampung sekitar 15 juta orang yang mondar-mandir beraktivitas. Ada yang ke kantor, ke sekolah, berjualan, berbelanja, berjalan-jalan, atau berkunjung ke berbagai tempat hiburan. Tingkat pergerakan manusia yang tinggi di Jakarta membutuhkan moda transportasi dalam jumlah yang besar. Angkutan umum yang tidak memadai dan keengganan berdesak-desakan dengan orang lain menyebabkan sebagian masyarakat Jakarta dan daerah sekitarnya memilih kendaraan pribadi untuk menunjang mobilitas mereka. Walaupun jumlah pemakai kendaraan roda dua meningkat pesat seiring melonjaknya harga bahan bakar, pemakai mobil mewah dan beraneka jenis city car tetap saja banyak. Demi kemudahan, kenyamanan, dan keamanan, kilah para pengguna kendaraan pribadi. Kita masih harus menunggu realisasi rencana Pemerintah untuk membangun moda transportasi masal seperti kereta cepat MRT (mass rapid train).


Dengan jumlah kendaraan pribadi yang jauh melebihi angkutan umum, jalan-jalan di Jakarta seakan tak sanggup lagi menampung seluruh kendaraan yang tumpah ruah sejak pagi hingga malam hari. Kemacetan sudah dianggap lumrah oleh sebagian besar penduduk Jakarta. Bahkan, apabila tidak terpaksa melaluinya, beberapa ruas jalan berusaha dihindari oleh para pengendara. Sebut saja Jl. Raya Pasar Minggu, Jl. Warung Jati, Jl. Warung Buncit, dan Jl. Mampang Prapatan sebagai contoh. Melewati jalan-jalan ini menuju pusat kota antara pukul 7 hingga pukul 10 pagi akan terasa sebagai suatu siksaan.

Tidak hanya bagi pengguna kendaraan pribadi dan angkutan kota yang berebut jalan dengan para pengendara motor yang menyemut di tepi mobil hingga menyentuh kaca spion, siksaan itu juga dialami para pengguna bus Transjakarta koridor Ragunan-Dukuh Atas. Walaupun ratusan calon penumpang dengan tertib mengantri masuk ke dalam bus Transjakarta di Halte Ragunan, calon penumpang yang siap menyesaki bus dengan lajur khusus berlabel 'busway' ini telah menanti di setiap halte di sepanjang jalur yang akan dilewati. Alih-alih menikmati udara sejuk dari mesin pendingin udara buatan Jepang di dalam bus, penumpang justru akan tersiksa dengan panas hawa tubuh berbagai macam penumpang yang ada dalam bus Transjakarta. Belum lagi parfum menyengat dari gadis-gadis pramusapa yang akan sangat menyiksa penumpang yang alergi terhadap bau-bauan yang tajam.


Untuk menghindari siksaan ini, sebaiknya Anda mengatur kembali siklus aktivitas hidup Anda sehari-hari. Untuk Anda yang tinggal di wilayah selatan Jakarta, usahakan untuk tidur cukup dan bangun pada pukul 4 pagi. Yang tinggal tidak jauh dari jalur ini boleh bangun pukul 5 pagi. Jika Anda melalui jalan ini pada pukul 5.30, saya yakin perjalanan Anda akan terasa lebih menyenangkan, bahkan dengan menggunakan bus Metromini atau Kopaja sekalipun.


Untuk kembali ke rumah setelah selesai bekerja, sebaiknya Anda tidak langsung pulang pada jam 5 sore hingga jam 7 malam. Kepadatan lalu lintas di jalur ini akan sungguh menyesakkan dada, menaikkan tekanan darah, dan menambah jumlah polutan yang terpapar pada tubuh Anda. Anda tentu ingin menikmati perjalanan dan hari-hari Anda tanpa ketidaknyamanan seperti itu. Sebaiknya Anda meluangkan waktu sejenak di kantor untuk menyiapkan pekerjaan esok harinya, mampir di beberapa pusat perbelanjaan untuk meregangkan urat syaraf, atau berkumpul dengan teman-teman di kafe terdekat sekadar menghilangkan rasa lapar atau mungkin untuk bertukar informasi. Setelah itu, Anda dapat pulang dengan perasaan yang lega dan menikmati perjalanan yang tidak terlalu menyiksa dibandingkan dengan perjalanan pulang di sore hari. Walaupun kepadatan di beberapa jalur di Jakarta mungkin saja terjadi hingga pukul 9-10 malam, biasanya kepadatan itu tidak terlalu menghambat perjalanan Anda menuju rumah. Anda tetap bisa pulang ke rumah dengan perasaan tenang dan wajah tersenyum.

Jangan habiskan hidup Anda di jalan raya Jakarta yang sangat menyiksa! Hidup ini indah dan harus dinikmati dengan bijaksana.